Sejarah Kecamatan Pakualaman

Kecamatan Pakualaman terdiri dari dua kelurahan, tujuh kampung, sembilan belas RW, dan delapan puluh tiga RT dengan luas 0,63 km2 .

  • Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Danurejan dan Gondokusuman
  • Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Umbulharjo
  • Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Mergangsan

Wilayah kecamatan ini dinamakan Pakualaman karena ada di sekitar Puro Pakualaman, yaitu kompleks istana bagi keluarga Paku Alam sekaligus pusat pemerintahan Kadipaten Pakualaman. Kadipaten Pakualaman merupakan salah satu dari empat kerajaan selain Kasunanan Surakarta, Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, dan Kadipaten Praja Mangkunegaran yang berstatus swapraja pada masa kolonial Belanda. Wilayah kekuasaan Kadipaten Pakualaman diantaranya adalah kawasan sekitar Puro Pakulaman (wilayah Kecamatan Pakualaman sekarang), Adikarto (sebagian wilayah Kulon Progo sekarang terutama sisi selatan), Karang Kemuning yang terdiri dari empat distrik, yaitu Galur, Tawangharjo, Tawangsongko, dan Tawangkerto, dengan Brosot sebagai pusatnya (Hadiyanta dan Pancaputra, 2008: 33).

Puro Pakualaman dibangun di atas tanah seluas 54.238 m2 oleh Pangeran Natakusuma atau yang kemudian bergelar KGPA Paku Alam I (pendiri Kadipaten Pakualaman). Ia lahir di Keraton Yogyakarta pada hari Rabu Wage 21 Maret 1764 (18 Pasa 1689 Tahun Jawa) dari pasangan Sri Sultan Hamengku Buwana I dengan garwa ampeyan Raden Ayu Srenggoro dan wafat pada 19 Desember 1829. Bendara Raden Mas Harya Sujadi ialah nama kecilnya sebelum bergelar Pangeran Natakusuma ketika dewasa. Walaupun secara de jure Pangeran Natakusuma sejak tanggal 29 Juni 1812 telah menjadi pangeran merdeka, namun secara de facto baru tanggal 17 Maret 1813 diadakan kontrak politik antara Pangeran Natakusuma dengan pemerintah Inggris sehingga tanggal 17 Maret 1813 inilah kemudian dipakai oleh Raja Pakualam selanjutnya sebagai tanggal kelahiran Kadipaten Pakualaman (Pradnyawan, 2015: 28). Sebelum diangkat menjadi raja pertama Kadipaten Pakulaman, Pangeran Natakusuma berstatus Pangeran Miji dan tinggal di wilayah sebelah timur Kali Code yang dikenal dengan Kampung Natakusuman. Kampung tesebut kemudian diberi pagar keliling yang pada akhirnya menjadi benteng dan menjadi ibu kota ketika dibentuk pemerintahan Kadipaten Pakualaman (Panitya Peringatan Kota Jogjakarta 200 Tahun, 1956: 24-25). Puro Pakualaman dibangun dengan pola dasar yang sama yakni adanya istana raja, alun-alun, masjid, dan pasar (Pradnyawan, 2015:4). Kini, Puro Pakualaman masih didiami oleh keturunan Paku Alam I, yaitu Sri Paduka Paku Alam X beserta keluarganya. Status Pakualaman memiliki status yang mirip dengan Mangkunegaran sehingga banyak karakteristik kampung di Pakualaman juga mirip dengan di Mangkunegaran, baik dalam hal tradisi maupun toponimi nama kampung.

  • Kelurahan Gunungketur: Margoyasan, Gunungketur, dan Kauman
  • Kelurahan Purwokinanti: Kepatihan, Jagalan Beji, Purwokinanti, dan Jagalan Ledoksari

Sumber : Toponim Kota Yogyakarta - Penerbit Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan : Jakarta., 2019

 

1. Latar Belakang

   Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.  Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

   Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Pemerintahan Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan menurut Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan dan diberikan otonomi yang seluas-luasnya. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah disebutkan pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas, dalam lingkungan strategis globalisasi, Daerah diharapkan mampu mengoptimalkan pembangunan daerah yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat.

   Sejalan dengan hal tersebut, maka implementasi kebijakan otonomi daerah telah mendorong terjadinya perubahan, baik secara struktural, fungsional maupun kultural dalam tatanan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Salah satu perubahan yang sangat esensial yaitu menyangkut kedudukan, tugas pokok dan fungsi kecamatan yang sebelumnya merupakan perangkat wilayah dalam kerangka asas dekonsentrasi, berubah statusnya menjadi perangkat daerah dalam kerangka asas desentralisasi. Sebagai perangkat daerah, Camat dalam menjalankan tugasnya mendapat pelimpahan kewenangan dari dan bertanggung jawab kepada bupati/wali kota.

   Pada tahun 2020 guna menjalankan amanat Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 25 Tahun 2019 tentang Pedoman Kelembagaan Urusan Keistimewaan pada Pemerintah Kabupaten/Kota dan Kaluraha, penyebutan kecamatan untuk wilayah kabupaten di DIY disebut dengan Kapanewon dan untuk wilayah Kota Yogyakarta disebut dengan Kemantren. Pemerintah Kota Yogyakarta dalam melaksanakan amanat tersebut menyelaraskan kedudukan, susunan organisasi, tugas dan fungsi, tata kerja, nomenklatur Kecamatan (Kemantren);

2. Tujuan Pembentukan BP

    Untuk mengetahui maksud dibentuknya Kecamatan dalam sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dapat dipahami melalui ketentuan Pasal 221 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyatakan bahwa: "Daerah kabupaten/kota membentuk Kecamatan dalam rangka meningkatkan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan pemberdayaan masyarakat Desa/kelurahan

3. Dasar Hukum Pembentukan

  • UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  • Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
  • Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah
  • Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2016 Tentang Pembentukan Dan Susunan Perangkat Daerah Kota Yogyakarta
  • Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 38 Tahun 2023 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Kemantren dan Kelurahan

4. Cakupan kewenangan

    Dalam pelaksanaannya kewenangan kecamatan dalam hal ini kemantren tertuang dalam Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 19 Tahun 2023 Tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota Kepada Mantri PamongPraja yang meliputi Urusan Pemerintahan Daerah yakni :

a. pemerintahan umum;

b. pendidikan;

c. kesehatan;

d. pekerjaan umum dan penataan ruang;

e. ketenteraman, ketertiban umum dan pelindungan masyarakat;

f. sosial;

g. pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak;

h. pertanahan;

i. lingkungan hidup;

j. administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;

k. pengendalian penduduk dan keluarga berencana;

 

5. Riwayat Pergantian Pimpinan

  • Drs Poedjo Widodo
  • Drs Sudarsono
  • H Sisruwadi, SH MKN (2005)
  • Dra Tyasning Hnadayani Shanti (2017)
  • Drs Ninot Tri Cahyono (2017-2018)
  • Drs. Sumargandi, M.Si (2018)
  • Rajwan Taufiq, S.IP, M.Si (2018-2019)
  • Rini Rahmawati, S.IP, M.I.P (2019-2019)
  • Cahya Wijayanta, S.Sos (2019-2023)
  • Saptohadi, S.I.P  (2023-sekarang)